Traveling with Mom: Sopir Nekat

Temans, Anda masih punya Ibu? Pernah traveling berdua saja bersama beliau?

Saya pernah beberapa kali traveling berdua saja dengan Ibu. Semuanya berkesan. Namun ada satu pengalaman perjalanan yang paling seru yang pernah saya lakukan dengan Ibu. Yaitu perjalanan ke Pekanbaru. Ketika itu saya masih duduk di bangku kuliah. Demi mengikuti perjalanan tersebut, saya rela memboloskan diri tidak masuk kuliah satu hari. πŸ˜€

Untuk Ibu saya, istilah ‘jalan-jalan’ ke Pekanbaru saat itu, mungkin kurang tepat. Karena sebenarnya tujuan datang ke Pekanbaru adalah untuk mengurus pekerjaan Ibu. Tapi untuk saya, yang matanya langsung berbinar-binar kalau mendengar nama daerah yang belum pernah dikunjungi, datang ke Pekanbaru adalah untuk ‘jalan-jalan’. Traveling. πŸ˜€

***

Nekat

Karena nggak sanggup bayar ongkos pesawat terbang yang mahal, kami memilih pergi dengan bis malam yang ongkosnya lebih terjangkau dan berangkat jam 6 sore dari Medan. Diharapkan, bisnya tiba di Pekanbaru jam 6 pagi. Lama perjalanan yang harus ditempuh (jika jalanan lancar) adalah sekitar dua belas jam. Pantat so panas, dong, pastinya. πŸ˜€

Dari Medan hingga Rantauprapat, perjalanan lancar jaya tanpa hambatan. Tengah malam, melewati Rantauprapat, bis berjalan dengan sangat lambat. Jalan beberapa meter, pak sopir injak rem. Beberapa meter, injak rem. Begitu melulu. Jalanan macet total. Kernet bis pun turun ke jalan untuk mencari tahu apa yang membuat lalu lintas macet. Rupanya selain karena perbaikan jalan, juga ada kecelakaan yang menyebabkan satu truk kontainer terbalik menuju arah sebaliknya. Toplah pokoknya. Padahal janji temu ibu adalah jam 9 pagi. Kalau macet total, mustahil bisa tiba di Pekanbaru jam 6 pagi.

Bis yang kami tumpangi malam itu, penumpangnya penuh. Saya dan Ibu duduk di bangku paling depan, dekat pintu masuk dan dekat sopir. Ibu saya tidak suka duduk di belakang jika naik bis.Β Makanya kami memilih duduk paling depan.

Dalam kemacetan tengah malam itu, Ibu saya membuka percakapan dengan sopir bis, yang rupanya juga orang Batak. Gayung bersambut, pak sopir membalasnya dengan baik. Jadilah mereka berbalas pantun kata. Saya yang tadinya sudah hampir terlelap, tak jadi lelap gara-gara mendengar mereka ngobrol. Ibu saya mengungkapkan ke pak sopir kalau janji temunya jam 9 pagi di Pekanbaru.

“Boha ma on, Ito. Molo macet songon on, dang boi ra sahat hita jam onom di Pekanbaru, ate? Hape naeng adong ulaon jam sia.” (Bahasa Batak, artinya: “Bagaimana ini, Pak. Kalau macet begini, nggak bisa kayaknya kita tiba di Pekanbaru jam enam pagi, ya? Padahal ada pekerjaan jam sembilan.”. (“Ito” sebutan hormat untuk pria/perempuan. Dalam konteks ini untuk pria, artinya = Abang).

“Olo ma ra i, Ito,” jawab pak sopir. (Bahasa Batak, artinya: “Bisa jadi, Ito.”) (Dalam konteks ini “Ito” digunakan untuk perempuan, yang berarti = Kakak).

Tiba-tiba, entah apa yang merasuki sopir bis kami malam itu, tanpa ba-bi-bu, ia langsung banting stir ke arah kanan, keluar dari antrian panjang yang mengular, dan sudah pasti akan mengganggu lalu lintas kendaraan yang mengarah sebaliknya. Karena bis kami ‘makan jalan’ mereka.

Saya dan Ibu pun berpandangan satu sama lain. Tidak mengucapkan sepatah kata namun memasang tampang heran dan terkejut. Saya menoleh ke belakang, dan mendapati sebagian besar penumpang yang belum tidur, juga bertampang ingin tahu mengapa sopir bis mengambil langkah nekat itu.

***

Bung….

“Kalau tidak begitu, kita tidak akan bisa sampai di Pekanbaru jam 6 pagi,” jelas pak sopir menjawab keingintahuan kami atas tindakannya yang nekat.

Beberapa mobil yang berada di jalur kanan, yang merasa terganggu oleh ulah bis kami itu, mengelakson dengan kencang dan lama serta memandangi sopir bis kami dengan tatapan tajam. Kira-kira artinya, “Ini jalur kami, bung. Anda koq main sikut saja? Mestinya Anda tetap di antrian, bung!” Dan sopir bis kami membalasnya dengan, “Kenapa lihat-lihat?” Setelah mengucapkan kalimat itu, sopir sebelah yang merasa terganggu itu, cuma geleng-geleng kepala. Memilih mengalah dan meneruskan perjalanan. Malas meladeni. Kalau diladeni, wah, bisa panjang ceritanya. Bisa-bisa berakhir di koran, dengan headline: Sopir Bus Antar Propinsi Saling Tikam di Jalan Raya Lintas Timur (Jalintim) Sumatra……

***

Si Nekat Menang

Singkat cerita, bis kami akhirnya tiba dengan selamat sentosa di Pekanbaru sebelum jam 9 pagi. Ibu saya pun tidak terlambat untuk janji temunya. Dan setelahnya, sebelum pulang ke Medan, kami berdua menggunakan sisa waktu untuk “menjelajahi” Pekanbaru. Empat belas tahun yang lalu, udara Pekanbaru panas serta berdebu. Bagaimana dengan sekarang? πŸ˜€

Berhubung waktu kami terbatas, “penjelajahan” kami tidak jauh-jauh. Kami cuma mengunjungi satu-satunya mall/plaza yang ada di Pekanbaru untuk makan siang dan nyari oleh-oleh. πŸ˜€ Meski cuma sebentar, yang jelas saya sudah pernah menginjakkan kaki di Pekanbaru. Itu yang terpenting hahahha. πŸ˜€

Sorenya, saat menunggu di dalam bis yang akan membawa kami pulang ke Medan, kami mendapat kabar bahwa satu-satunya bis yang tiba lumayan tepat waktu akibat kemacetan luar biasa semalam adalah bis kami yang nekat itu. πŸ˜€ Bis yang lainnya? Mereka tiba jam 12 siang! Wow..

bis
bis-bis parkir di rumah makan Pagi Sore

***

Moral of the story: Dalam hidup, kadang mengambil keputusan yang ekstrim itu perlu. Paling Anda cuma dipelototi oleh mereka yang tak berani se-ekstrim Anda. So, sometimes nekat is good. Apalagi kalau nekat-nya untuk kebaikan. πŸ˜€

Mengenai “apakah pak sopir nekat gara-gara ucapan Ibu saya soal janji temunya jam sembilan?” Nah, itu saya nggak tahu. Saya nggak sempat nanya pak sopir soale. πŸ˜€ Dan biarlah hal tersebut tetap menjadi misteri sampai selamanya. πŸ˜€

18 Replies to “Traveling with Mom: Sopir Nekat”

  1. hahaha … utang budi dong nih sama pak sopir-nya mamak ya ?! πŸ˜€
    enaknya jadi orang batak gitu tuh, baru ketemu langsung jadi sodara. wkwkwk …
    hidup pak sopir !

    Like

  2. Wuaaaa nekat bgt itu supir, deg-degan yah mba pasti? Tapi mungkin kalau gak gitu gak bakal bisa sampe tepat waktu mba jadi sekali2 gpp deh, eh tp aku kalo jadi orang yang dipotong jalannya juga bakal ngamuk2 sih hahaha

    Like

    1. Hahahhahha apalagi aku kan duduknya sekat sopir ya, jadi kelihatan jelas lah itu ekspresinya pak sopir kami dan sopir sebelah πŸ˜€

      Like

  3. Kebayang deh rasanya deg-degan mengira2 waktu sampai di lokasi tujuan dan deg-degan kalo bus malah ambil keputusan nekat seperti nerobos antrian itu πŸ˜€ Syukurlah kamu selamat sampai tujuan ya πŸ™‚

    Mmm.. Pekanbaru sekarang? Masih panas dan berasap. Hari ini asap mulai tebal lagi, udaranya ga enak untuk dihirup 😦

    Like

  4. Iiihhh, beruntung kalian selamat ya, Mes. Aku paling benci sm sopir bis yang ugal2an, tapi kalo di posisi ibumu yg lagi dikejar2 waktu, rasan2nya.. nggak keberatan juga! Hahaha… *labil* πŸ˜†

    Like

  5. Messsaaaaa ahahahahaha aduuuh kalau aku dengan kemampuan menyetir begini ada dijalur lawan itu, aku akan menepiii sambil buka jendela dan teriak-teriak “Woooo, dangadong otakmu , ini jalankuuuuuuuu!!” dan mewek karena takut, campur kesel, bis gitu loh Messsss.

    Like

    1. Waduh kalau aku jadi penumpang di mobil kakak, aku pasti milih keluar kak. Takyut ntar sopirnya turun trus mobilnya digebrak huahaha πŸ˜€

      Like

  6. Untung mamamu ngobrol2 ya Mess dg pak supir πŸ™‚ . Perkara pak supir mau cari jalan keluar yg penting si mama bilang ada urusan penting πŸ˜‰ .

    Like

    1. Hahahhahaaaa nah itu dia. Padahal nyokap itu biasalah kayak kalau perempuan ngobrol untuk membunuh waktu kak. Daripada diem di sepanjang macet πŸ˜€

      Like

Comments are closed.